Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo
Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo
Evi Aulia Prasetya
Yudi (16073161****)
S1
PENDIDIKAN SEJARAH - UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Jalan Semarang No.05
Malang
Abstrak: Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645 adalah Sultan ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada
tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi
kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.
Abstract: Sultan Agung Adi
Prabu Hanyokrokusumo, born: Kutagede, Sultanate of Mataram, died: Karta
(Plered, Bantul), Sultanate of Mataram, 1645 was the third Sultan of Mataram
Sultanate who reigned in 1613-1645. Under his leadership, Mataram grew into the
largest empire in Java and the archipelago at the time.
Keywords: Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, Sultanate of Mataram.
Keywords: Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, Sultanate of Mataram.
PENDAHULUAN
Sultan Agung adalah salah satu raja di kerajaan Islam
Mataram yang selain menjadi raja ia juga terkenal sebagai seorang pujangga. Ia
dikenal sebagai raja Mataram yang menentang praktek perdagangan kongsi dagang
VOC milik Belanda yang dianggap curang
dan menindas rakyat Indonesia. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Mataram
menghadapi tantangan besar yakni datangnya Imperialis Barat yang menjadikan
Indonesia sebagai arena perang Salib antara Katolik Portugis Malaka dengan
Protestan Belanda atau VOC di Batavia.
Sejak akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 tiba
saatnya bagi orang-orang Belanda, Inggris, Denmark, dan Perancis untuk datang
di Nusantara. Selain orang-orang Portugis yang berperan dalam perdagangan dan
cenderung kepada arah politik monopolinya, maka orang-orang Belanda tidak mau
kalah perananannya dalam usaha politik monopoli perdagangan di Indonesia.
Sebenarnya, motif kedatangan orang-orang Belanda ini hampir serupa dengan motif
datangnya orang-orang Portugis di Indonesia. Jika motif datangnya orang Portugis ada tiga yakni agama,
ekonomi, dan petualangan maka kedatangan orang-orang Belanda mempunyai dua
motif yakni ekonomi dan petualangan.
Pada tahun 1595 orang-orang Belanda dengan suatu
armadanya yang terdiri dari empat buah kapal dagang berangkat menuju ke
Indonesia. Pelayaran pertama mengalami kesulitan dan penderitaan karena mereka
belum mempunyai pengalaman sehingga pelayaran itu dikatakan gagal dan memakan
waktu yang cukup lama yakni empat belas bulan. Perlu diketahui bahwa pelayaran
pertama yang dilakukan oleh orang-orang Belanda di Indonesia hanya sampai di
Bali, karena
terpaksa
mereka harus kembali ke negerinya. Pada pelayaran kedua pengalaman-pengalaman
yang telah diperolehnya merupakan pelajaran sehingga mereka mengubah sikap
dalam menghadapi orang-orang Indonesia.
METODE
(1) Heuristik
Tahapan yang pertama adalah heuristik.
Heuristik berasal dari bahasa Yunani
“heuriskein” yang berarti menemukan atau memperoleh (Renier, 1997:113 dalam
Lubis, 2011:17). Sejarawan Nina Herlina Lubis
(2011:15) mendefinisikan heuristik sebagai tahapan / kegiatan menemukan dan
menghimpun sumber, informasi, jejak masa lampau. Jadi, heuristik merupakan
tahapan proses mengumpulkan sumber – sumber sejarah. Di samping sumber
tertulis, terdapat pula sumber lisan. Menurut Sartono Kartodirjo,
sejarah lisan merupakan cerita-cerita tentang pengalaman kolektif yang
disampaikan secara lisan (Dienaputra, 2006:12). Sejarah lisan diperlukan untuk
melengkapi sumber – sumber tertulis. Dalam sejarah lisan, terdapat informasi –
informasi yang tidak tercantum dalam sumber – sumber tertulis. Untuk
mendapatkan informasi – informasi itu, penulis harus melakukan wawancara dengan
naarsumber yang disebut sebagai pengkisah dengan menggunakan alat rekam dan
kaset (Dienaputra,2006:35).
(2) Historiografi
Historiografi (Gottschalk, 2006:39) adalah
rekonstruksi yang imajinatif daripada masa lampau berdasarkan data yang
diperolah dengan menempuh proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman
dan peninggalan masa lampau. Dalam melakukan penulisan sejarah, terdapat
beberapa hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, penyeleksian atas
fakta-fakta, untaian fakta-fakta, yang dipilihnya berdasarkan dua kriteria:
relevansi peristiwa-peristiwa dan kelayakannya. Kedua, imajinasi yang digunakan
untuk merangkai fakta-fakta yang dimaksudkan untuk merumuskan suatu hipotesis
(Reiner, 1997:194 dalam Herlina, 2011:57). Ketiga, kronologis. Dalam tahapan
historiografi ini lah, seluruh imajinasi dari serangkaian
fakta yang ada dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Potongan – potongan fakta
sejarah ditulis hingga menjadi sebuah tulisan kisah sejarah yang kronologis.
Tahapan – tahapan metode sejarah mempermudah sejarawan dalam melakukan
penelitian. Mulai dari proses pengumpulan sumber – sumber, memilih sumber –
sumber asli, menginterpretasikan sumber – sumber, hingga penulisan sejarah.
PEMBAHASAN
Sultan agung hanyokrokusumo merupakan
raja ketiga kerajaan mataram islam. Sultan agung adalah cucu dari Panembahan
Senapati (Sutawijaya). Panembahan Senapati yang dilahirkan pada tahun 1591
merupakan pendiri Dinasti Mataram. Sultan agung merupakan raja yang menyadari
pentingnya kesatuan di seluruh tanah jawa. Nama asli Sultan Agung adalah Raden
Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung
hanya Hanyo Krokusuma merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati atau
Susuhunan Seda Krapyak dengan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja
kedua Mataram.
Sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa
Raja Pajang. Sultan agung memiliki dua orang permaisuri utama selayaknya
raja-raja jawa umumnya, yang kemudian menjadi ratu kulon adalah putri sultan
Cirebon. Putri sultan Cirebon melahirkan raden mas syahwawrat atau pangeran
alit. Sedangkan yang menjadi ratu wetan adalah putrid adipati batang (cucu ki
juru martini) yang melahirkan raden mas sayidin. Sultan agung merupakan raja
terbesar dari mataram. Sebenarnya sultan agung
tidak memakai gelar “Sultan” sampai tahun 1641. Awalnya sultan agung bergelar
pangeran atau penembahan dan sesudah tahun 1624 bergelar susuhunan atau yang
sering disingkat sunan setelah penaklukkan Madura. Susuhunan atau sunan adalah
suatu gelar yang juga diberikan kepada Sembilan wali. Namun demikian penyebutan
sultan agung terjadi ketika masa pemerintahannya dalam kronik-kronik jawa dan
biasanya gekar ini dapat diterima oleh para sejarawan. Sultan agung merupakan
raja terbesar di antara raja-raja pejuang dari jawa setelah 1960an sultan agung
menggunakan gelar sultan agung senapati-ing- ngalaga Abdurrahman (Febri, Wakidi,
& Syaiful, 2016: 6) Sultan agung menjadi raja mataram menggantikan posisi
ayahnya yakni panembahan krapyak. Menjelang wafatnya, panembahan krapyak menunjuk
putranya, yakni raden mas rangsang (sultan agung) sebagai penggantinya. Padahal
sebelumnya, sultan krapyak menjanjikan kepada putranya yang lebih muda yakni
martapura (adik sultan agung) untuk menggantikannya. Pada waktu itu snag prabu
panembahan krapyak menjadi raja mataram
Selama dua belas tahun. Ketika panembahan
krapyak sakit keras, panembahan sedang berada di krapyak dengan ditemani para
putranya dan sentana. Memang awalnya martapura diangkat sebagai raja oleh ki
adipati mandaraka dan pangeran purbaya. Martapura hanya menjadi raja sehari,
setelah itu martapura segera meletakkan jabatannya dan mempersilahkan
jabatannya dan mempersilahkan kakaknya untuk duduk di kursi kerajaan. Kemudian
berlangsung penobatan raja baru yang akan memakai nama sultan agung , senapati
ingalaga, ngabdur rachman.
Mereka yang merasa tidak puas, ditantang
untuk maju kedepan, akan tetapi tidak seorangpun yang berani maju. Hal ini
berarti semuanya menyutujuinya
Menurut
dokter H. De Haen dalam buku Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan
Agung (1990: 121) Sultan agung mencapai puncak kejayaan saat berusia kurang
lebih 20 atau 30 tahun dan berbadan bagus. Kulitnya sedikit hitam daripada
orang jawa pada umumnya, hidungnya kecil dan tidak pesek dengan mulut datar dan
agak lebar. Sultan agung lamban berbicara dan kasar dalam segi bahasa dengan
berwajah tenang dan bulat serta kelihatan kerdas. Tidak hanya itu, pakaian yang
dikenakan oleh sultan agung juga cukup menarik perhatian. Pakaian yang
digunakan tidak berbeda dengan orang jawa pada umumnya yang terbuat dari kain
dalam negeri berbatik putih biru. Selain itu sultan agung juga menggunakan kopyah
dari kain linen yang dipastikan adalah kuluk putih yang sejak masuknya agama
islamdikenakan oleh mereka yang ingin dilihat taat atau ingin dianggap taat beribadah. Keris ditempatkan di badan
bagian depan yang berbeda dengan kebiasaan orang jawa pada umumnya serta ikat
pinggang dari emas. Pada bagian jemarinya dihiasi cincin dengan banyak intan
yang gemerlap. Sultan agung terkenal sebagai raja mataram yang tangkas, cerdas,
kuat, bijaksana, dan taat dalam menjalankan agama islam. Menurut saudagar dari
eropa yakni Balthasar van Eyndhoven menyatakan bahwa sultan agung adalah sultan
yang tidak bisa dianggap remeh. Wajah kejam, layaknya kaisar dengan dewan
penasehat yang memerintah
dengan
keras, seperti memerintah sebuah negara besar. Cerdik dalam menjalankan roda
pemerintahan hingga kehidupan perekonomian masyarakat mataram berkembang sangat
pesat karena didukung oleh hasil bumi mataram yang melimpah ruah. Wilayah
kekuasaan mataram juga bertambah luas setelah pemerintahan sultan agung.
Pada tahun 1614 mulai dibangun istana baru di
desa Karta, sekitar 5 km disebelah barat daya kota gede, yang kelak mulai
ditempati pada tahun 1618. Pada abad ke-17 kerajaan terbesar dipulau jawa adalah
mataram dengan raja yang terkenal adalah sultan agung. (Febri, Wakidi,
& Syaiful, 2016: 6) Sultan agung tidak menginginkan wilayah nusantara
dijajah oleh bangsa asing dan ingin mempersatukan nusantara dengan strateginya
sendiri. Pada waktu itu indonesia tidka merupakan kesatuan, tetapi terpecah-pecah
atas beberapa daerah yang mesing-masing berdiri sendiri,bahkan bisa dibilang saling
bertentangan. Lain halnya yang terjadi dipulau jawa, terdapat beberapa kerajaan
yaitu mataram, banten, cirebon, surabaya, dan giri. Cita-cita mempersatukan
nusantara dan menguasai perdagangan internasional di asia tenggara, sultan
agung awalnya mempersatukan lebih dahulu jawa dan madura. Oleh sebab itu secara
berturut-turut ditaklukkan wirasaba pada tahun 1615, lasem 1615, pasuruhan
1616, gresik tahun 1618 dan 1622, tuban tahun 1619, sukadana di kalimantan
tahun 1622, dan surabaya di tahun 1625. Tidak hanya itu, sultan agung juga
menaklukkan blambangan pada 1635 dan bali pada tahun 1639 tetapi usahanya tidak
berhasil. Usaha penaklukkan ini membawa dampak terhadap sistem perdagangan yang
ada di daerah pesisir.
Peperangan yang dilakukan terus-menerus ini
mengakibatkan nasib yang menyedihkan bagi perdagangan di laut jawa. Kota-kota
pantai yang tidak mau tunduk kepada mataram dihancurkan, sehingga banyak
saudagar pantai utara jawa yang pindah ke makassar dan banjarmasin. Hal
tersebut membuat matinya perdagangan, termasuk perdagangan rempah-rempah yang
melalui laut jawa. (chika) Selanjutnya agar dapat menguasai seluruh jawa,Sultan
Agung harus bergerak ke arah barat, sebab di daerah itu terdapat
kekuatan-kekuatan yang menjadi penghalang bagi tercapainya cita-cita persatuan
yaitu keultanan banten dan orang-orang belanda di batavia. Sebenarnya kesultanan
Banten juga bermusuhan
dengan
orang-orang Belanda di Batavia, tetapi karena takut pada ancaman dari Mataram,
untuk sementara Banten membiarkan saja Batavia. Sementara itu karena Banten
menolak ajakan Mataram untuk memukul Batavia secara bersama-sama, hubungan
antara Mataram dan Batavia menjadi tegang, akhirnya malah berubah menjadi
perang terbuka. Pada tahun 1628 Batavia diserang oleh tentara Mataram, tetapi
Batavia yang dipimpin oleh J.P Coen dapat mempertahankan diri. Mataram memulai serangannya
terhadap Blambangan setelah Surabaya menyerah.
Serangan besar pertama dilakukan oleh Mataram
pada tahun 1635, dan belum membuahkan hasil. Rute penyerangan penaklukan
Blambangan dilakukan mulai dari penemparan pasukan di Pasuruan, kemudian
melalui Kediri, dan dalam waktu sebulan mereka tinggal di daerah tersebut
melalui Lumajang ke Blambangan. Pasukan berkumpul di Pasuruan. Pangeran
Silarong juga, melalui Kediri. Mereka tinggal satu bulan disana kemudian bergerak
lagi melalui Lumajang ke Blambangan. Penduduk Blambangan melarikan diri ke kotanya
dan Adipati mereka meminta bantuan dari Bali(Dr.H.J. De Graaf, 1986:265).
Hubungan Mataram dengan VOC dapat dikatakan sebagai hubugan yang buruk, hingga
akhirnya hubungan tersebut nantinya menjadi peristiwa penyerangan secara
besar-besaran yang dilakukan oleh Sultan Agung terhadap VOC di Batavia.
Situasi antara Mataram, dan kompeni antara
tahun 1620 hingga 1628 dalam keadaan yang bermusuh-musuhan. Bagi raja-raja
keberadaan Batavia merupakan suatu kota yang merugikan. Hubungan Mataram dengan
Malaka dipersukar oleh Batavia. Bagi Raja, hanya ada satu satu cara untuk
melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan menghancurkan kota tersebut. Sudah
berkali-kali ia mengirimkanutusan
kepada VOC untuk mengirim wakil kepadanya tetapu hal ini tidak dilakukan oleh
Kompeni(Marwati Djoened P. Dan Nugroho Notosusanto. 1984: 72). Merebut Batavia
dari tangan VOC tidaklah mudah, mengingat jauhnya dari Mataram(Yogyakarta) ke
Batavia(Jakarta). jarak yang harus di tempuh pasukan Mataram selama 90 hari
perjalanan. Hal ini membutuhkan persiapan yang harus matang. Persedian logistic
pangan dan air minum harus mencukupi. Untuk itu harus membentuk daerah-daerah lumbung
pangan bagi tentara mataram sebelum pertempuran sebenarnya terjadi. Karawang yang
merupakan daerah yang masih hutan belantara dan berawa-rawa rencananya akan dibentuk
menjadi lumbung pangan tersebut. Demi menjaga keselamatan wilayah Kerajaan
Mataram sebelah barat, pada tahun 1628 dan 1629, bala tentara kerajaan Mataram
diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC(Belanda)di
Batavia.
Namun serangan ini gagal disebabkan keadaan
medan yang sangat berat. Dalam pertempuran darat, peralatan perang kompeni
lebih diunggulkan. Pada tanggal 22 Agustus 1628, 50 kapal muncul di depan
Batavia dengan perbekalan yang sangat banyak. Hal ini membuat kompeni menjadi
sangat prihatin. Setelah 2 hari muncul lagi 7 buah perahu yang singgah untuk
meminta izin perjalanan ke Malaka. VOC mencoba untuk tidak mempertemukan
kapal-kapal yang tiba dahulu dengan yang belakangan karena khawatir kapal-
kapal yang baru datan akan memberikan senjata pada perahu lainnya. Usaha ini
gagal, pada harinya 20 buah perahu menyerang pasar dan banteng belum siap.
Orang-orang mataram yang datang dengan perahu-perahu itu naik ke darat.
Terpaksa pasukan Mataram menarik diri ke daerah-daerah yang agak jauh yang
berpohon, membuat banteng benteng mereka dari bambu anyaman. Akhirnya kompeni
dapat mengusir tentara Mataram(Marwati Djoened P. Dan Nugroho Notosusanto.
1984: 72-73). Sultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC
belanda. Untuk
selanjutnya
beliau mencoba menjalin hubungan dengan pasukan kerajaan Portugis untuk bersama-sama
menghancurkan VOC. Namun hubungan kemudian putus tahun 1635 karena ia menyadari
posisi Portugis saat itu sudah lemah. Kekalahan Batavia menyebabkan daerah-daerah
bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan
para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630, kemudian Sumedang
memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan
pemberontakan Sumedang tahun 1632. Pemberontakan yang dilakukan oleh Sumedang terhadap
Mataram dapat ditaklukan oleh Sultan Cirebon(raja bawahan Mataram) pada tahun
1632( W.L Olthofs, 2013:121). Pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan
Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram, karena pasukan Mataram segan
menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri,
maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik Pemimpin Ampel.
Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan
Agung pada tahun 1633. Pemberontakan yang dilakukan oleh Giri Kedaton terhadap
Mataram dapat ditaklukan oleh Pangeran
Pekik
dan Ratu Pandansari pada tahun 1633(Kresna Bayu Adji,2014: 245). Dengan demikian
Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri
tersebut pada tahun 1633.
Perjuangan Sultan Agung dalam perluasaan Kekuasaan
Mataram tahun 1613-1645: Memperkuat Armada Perang Angkatan Laut
Usaha Sultan Agung antara lain melalui
kekuatan Laut, dengan memperkuat armada angkatan lautnya, serta
mengkonsilidasi perlengkapan Ketentaraan Mataram. Selain menggunakan jaur darat
Sultan Agung pada saat melakukan ekspedisi ekspansi wilayah juga menggunakan
jalur laut, dikarenakan banyak keuntungan yang bisa diambil dari jalur laut
ini, jumlah pasukan dan bahan makanan yang bisa dibawa, serta jalur yang bebas
dari hambatan. Salah satu strategi yang banyak dilakukan oleh Sultan Agung pada
saat itu adalah kekuatan Laut. Dengan memperkuat armada angkatan lautnya serta
mengkonsilidasi perlengkapan ketentaraan Mataram sebelum melakukan ekspansi
wilayah yang belum mengakui kekuasaan Mataram pada saat itu, jumlah pasukan
Mataram yang banyak namun hanya sebagian besarnta saja terdiri dari pasukan
professional hasil dan recruitment sedangkan sisanya yang sebagian dari pasukan
milisi. Dalam bentuknya sekarang hal tersebut dapat disamakan dengan kewajiban bela
Negara pada masa sekarang didasarkan pada kewajban setiap warga Negara dengan dijamin
oleh undang-undang, sedangkan kewajiban bela Negara pada masa itu lebih
didasarkan pada kekuatan mutlak raja yang bersifat magis religious. Dalam
sistem persenjataan Mataram, jenis senjata tradisioal merupakan perlengkapan
perang yang utama. Masalah logistic sangat berpengaruh karena keadaan logistic
yang buruk akan membawa akibat yang fatal terhadap kondisi tentara. Keadaan ini
didahului dengan munculnya bahaya kelaparan yang kemudian disusul berjangkitnya
bibit penyakit dan melemahnya semangat pasukan. Sebaliknya apabila keadaana
logistic baik, maka kondisi pasukannya tetap dalam keadaan Prima. Alat
tranportasi melalui darat dan laut, transportasi darat menggunaka kuda yang
sangat popular pada saat itu, karena binatang ini sangat bertenaga dan bisa
menempuh berbagai medan lapangan, serta perawatan yang tidak terlalu sulit,
sedangkan tranportasi laut yang digunakan mataram adalah jenis kapal layar.
Kapal-kapal ini biasanya dibuat di sepanjang pantai utara jawa dalam setiap
penyerangan dapat dimuati 20 sampai 40 orang. Fungsi kedua armada adalah
sebagai alat untuk memblokade musuh dari darat dan laut.
KESIMPULAN
Sejak
Sepeninggalan Sultan Agung VOC berhasil melemahkan Mataram. Raja
Amangkurat 1 yang menggantikan sultan agung justru melakukan kerja sama dengan
VOC. Mataram yang awalnya menjadi ancaman sekarang justru menjadi tergantung
pada VOC. Kondisi ini menyebabkan timbulnya perlawanan di Mataram, Salah
satunya dipimpin oleh Trunojoyo. Selanjutnya mataram berada di bawah pengaruh
VOC.
REFERENCE
Febri, Wakidi, &
Syaiful. 2016. Tinjauan Historis Perjuangan Sultan Agung dalam Perluasan
Kekuasaan Mataram Tahun 1613-1645. PESAGI Vol 4 No2 , 1-12.
Graaf, H. D. (1990).
Puncak kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung. 2002: Pusaka Utama
Grafiti.
Komentar
Posting Komentar
eviauliapy@gmail.com